Overview

 Paberik Bamboe - OVERVIEW 

by: Bobbie Rendra

Sebelum menjadi sebuah band berformat multi-session, para personil Paberik Bamboe telah mendalami musik barat dan tradisional selama bertahun-tahun, dengan membekali diri di aspek teori, praktek, keterampilan dasar, referensi, hingga metode pengembangannya. Singkat cerita, dari sinilah lahir kepercayaan diri untuk mendirikan sebuah grup dengan konsep lain. Bekal keilmuan tadi, mendorong passion Paberik Bamboe untuk berakselarasi di hari ini, masuk ke level musikalitas berikutnya. Berupaya dalam menjawab tantangan: seberapa siap Paberik Bamboe membuat aneka garapan musik, yang tak hanya kolaboratif dan konsisten, namun juga inovatif, sekaligus easy-listening bagi telinga seluas-luasnya khalayak.

Seiring populernya statemen fenomenal dari band Efek Rumah Kaca: “Pasar bisa diciptakan, cipta bisa dipasarkan”, beberapa pihak mulai menilai Paberik Bamboe layaknya tunas harapan. Tantangan ini bertambah, karena Paberik Bamboe mereka rasa mampu untuk lebih memperkenalkan daya tarik unsur musik tradisi ke ‘pasar’ generasi muda. Sehingga bagi Paberik Bamboe, bermusik tak hanya urusan teknis dan produktivitas saja, namun juga soal strategi dan socio-cultural awareness, agar value dari karya kami kelak mampu diterima dan bersaing secara lokal, regional, bahkan global.

Desain musik Paberik Bamboe tebal akan timbre khas Sunda (meski secara nada, timbre ini tetap bisa memainkan pola musik etnik Nusantara lainnya). Struktur musik Paberik Bamboe bersifat pop secara audio, namun kontemplatif secara lirik. Mengingat band ini berformat multi-session yang digawangi sebelas orang personil, maka warna-warni bunyi milik Paberik Bamboe ibarat ‘kolam’ bagi unsur musik lainnya, agar bisa berenang bersama. Demi menghasilkan ragam desain audioworks yang selaras dengan heterogensi selera musik ‘kekinian’. Bukan hanya soal Sunda, tapi juga Nusantara.

Dalam aspek kekaryaan, keterlibatan tiap instrumen musik memiliki peran dan porsi yang khusus. Kami ukur sedemikian rupa, sehingga di setiap lagu, belasan timbre yang hadir bisa tetap lugas berekspresi, tanpa harus terdengar tumpang-tindih. Dan sebagai representasi dari identitas nama band, set alat musik bambu memiliki peran menonjol. Mudah-mudahan, formula seperti ini dapat membentuk ciri harmonisasi yang kuat; sebagai bentuk orisinalitas Paberik Bamboe agar mudah dikenali.

Unsur kolaborasi Paberik Bamboe terlihat dari alat musik yang digunakan. Ada tiga set gambang bambu diatonis. Ketiganya punya jangkauan wilayah nada yang berbeda, sehingga saat dimankan bersama, nadanya menyerupai chord, atau pembagian suara ala choir. Kemudian, ada satu set angklung takol, yang dimainkan dengan alat pukul khusus. Keempat pos ini ibarat strings-quartet ala orkestra klasik Eropa – yang dalam konteks Paberik Bamboe, dilengkapi pula oleh hadirnya bas elektrik, gitar elektrik-akustik, juga guitalele.

Di samping itu, masih ada juga alat tiup bambu, yakni suling, bangsing, saluang, tarumpet, dan jenis-jenis alat tiup etnik lainnya; yang bisa dimainkan secara bergantian dalam satu lagu. Kami sebut pos ini sebagai lead-session, di mana bunyi seruling tak sendiri, karena ditemani tehno-vibes dari multi-synth, sequencer, dan sampling-loop; ibarat DJ, yang juga dimainkan oleh satu orang. Di sesi ritmik, drum-set berdampingan dengan kendang Sunda; penambah varian bunyi yang harus tetap sinergis.

Konsep garap seperti ini akhirnya menjadi kekuatan tersendiri bagi Paberik Bamboe, mengingat sumber daya irama dan melodinya terbilang luas dan fleksibel. Akhir kata, izinkan kami meringkas semua konsep tadi dengan kalimat: “We are the global-tribe’s diasporic bamboo vibes, which hybrids our own musical stamina.”